Korupsi, korupsi, korupsi! Inilah PR terbesar bangsa
Indonesia hari ini. Korupsi yang kian menggurita seakan-akan memupus harapan kita
akan Indonesia yang bersih. KPK sudah beberapa kali melakukan penindakan
terhadap pelaku-pelaku korup di negeri ini, baik mereka yang duduk di parlemen,
eksekutif, bahkan penegak hukum. Tapi tampaknya itu tak cukup menyiutkan nyali
para “tikus” untuk menggerogoti anggaran negara. Bukannya jera, korupsi justru
kian marak di Indonesia. Bayangkan, dalam konteks hubungan kerja DPR dan
Eksekutif saja, korupsi sudah dilakukan sejak penyusunan anggaran, belum lagi dalam
implementasi kebijakan atau program kerja pemerintah.
Bagaimana cara agar koruptor takut untuk korupsi? Atau setidaknya
bagaimana menimbulkan efek jera bagi pelaku dan juga membuat calon pelaku
berpikir berkali-kali untuk korupsi? Bagaimana cara agar rasa keadilan
masyarakat pulih? Salah satunya adalah menghukum seberat-beratnya kepada mereka
yang terbukti korupsi. Inilah yang dilakukan oleh Mahkamah Agung lewat vonis kasasi yang diajukan Jaksa kepada Angelina Sondakh. Sebelumnya, pada pengadilan
tingkat pertama dan kedua, Angie divonis 4 tahun 6 bulan penjara karena terbukti
memainkan anggaran di Kemenpora dan Kemendiknas. Namun, 20 November 2013, MA memperberat
hukuman Angie dengan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 8
bulan penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 12,58 miliar dan 2,35
juta dollar AS atau sekitar Rp 27,4 miliar .
Lewat panel hakim yang diketuai hakim agung Artidjo Alkostar,
apa yang dilakukan MA adalah angin segar ditengah keterpurukan penegakan hukum
di Indonesia. Setidaknya kita masih punya harapan tentang hukum yang
benar-benar ditegakkan. Pada sosok pemberani seperti Artidjo lah kita berharap agar
hakim-hakim lain mengikuti langkah serupa (baca: fakta-fakta menarik tentang hakim Artidjo). Hakim pengadilan tindak pidana korupsi harus betul-betul jeli
dalam melihat sebuah perkara karena masyarakat tidak mau melihat koruptor yang
hanya divonis ringan. Harus ada satu kesepakatan bersama bahwa korupsi adalah
kejahatan luar biasa dan karena itu vonis yang ditetapkan pengadilan harus
benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat tentang keadilan bagi koruptor.